The content presented here requires JavaScript to be enabled and the latest version of the Macromedia Flash Player. If you are you using a browser with JavaScript disabled please enable it now. Otherwise, please update your version of the free Flash Player by downloading here.

Senin, 26 April 2010

20 Tahun Dumai dalam penantian Dari Kampoeng Menuju Metropolis

Saat berakhirnya Orde Baru (Orba) melalui gerakan reformasi yang dilancarkan mahasiswa di seluruh tanah air. Dumai pun menggeliat untuk mencari identitas diri. Ketika publik sibuk dalam eforia penghujatan terhadap sebuah rezim, elemen masyarakat Dumai lintas agama, parpol dan ormas larut memperjuangkan status wilayahnya, mereka bahu-membahu menyusun strategi, ingin seperti 'saudara tuanya' menjadi daerah otonom yang berdiri sendiri. Jika saja terlambat, boleh jadi sejarahnya akan lain.

REFORMASI membawa berkah tersendiri bagi masyarakat Dumai. Sebab, salah satu tuntutan mahasiswa, yaitu ditata ulangnya pemerintahan yang sentralistik ke desentralisasi, dengan kata lain daerah diberikan keluasan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Tanpa perlu 'dicekoki' pusat. Selain moneter, pertahanan keamanan, agama, unsur penegak hukum, kehakiman, serta tanah, daerah diper­silahkan mengaturnya.

Tidak hanya reformasi, kondisi sangat menguntungkan Dumai. Ketika ituMendagri dijabat Letjen Syarwan Hamid yang tidak lain putra terbaik Riau, notabene mantan Kasospol ABRI ini tahu betul kondisi daerahnya termasuk kota pesisir yang ketika itu masih berstatus kota admistratif (Kotif), dan walikotanya dijabat Drs H Zainudin Abdullah.

Menurut salah satu tokoh sejarah perjuangan Dumai menjadi Kota Madya -sekarang kota- Drs H Umar Umayah BSc yang juga koor­dinator Komite Reformasi Masyarakat Dumai (KRMD). Wacana ingin meningkatan status Dumai berasal dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari tokoh masyarakat dari berbagai suku yang berdomisili di wilayah itu, agama, pemuda, insan pers, dan LSM.

Dituturkan mantan anggota DPRD Kota Dumai periode lalu, wacana itu didiskusikan antar elemen masyarakat ini dilakukan secara intensif, dan kantor AMPI yang terletak di Jalan Yos Sudarso menjadi saksi sejarah bagaimana strategis disusun untuk memperjuangkan perubahan status ini.

Kesempatan emas pun datang, lanjut Umar, saat itu Mendagri berkunjung ke Riau dalam rangka melantik Saleh Djasit menjadi Gubri sebagai pengganti Soeripto. Tanpa membuang waktu lagi, moment ini dimanfaatkan mereka. Saat berada di badar udara Sim­pang Tiga, utusan Dumai mendatangi Syarwan dan selanjutnya 'memb­isikan' keinginan untuk merubah status dari Kotif menjadi Kodya sambil memperlihatkan dukungan masyarakat.

Mantan pimpinan MPR dan DPR RI utusan ABRI ini pun merespon keinginan itu. Hanya saja, Syarwan mewanti-wanti kalaupun rencana ini diperjuangkan maka harus dipersiapkan beberapa persyaratan. Diantaranya, dukungan bupati induk, surat keterangan pelepasan wilayah dari DPRD Bengkalis serta dukungan serupa berasal DPRD Riau dan Gubri, peta wilayah dan sebagainya yang menjadi persyar­atan.

Dukungan dari DPRD Riau dan Gubri dalam waktu relatif sing­kat mereka kantongi. Cuma yang menjadi penganjal adalah dokumen yang berasal dari kabupaten induk. Waktu pun berjalan semua persiapan termasuk kosep mulailai mereka kerjakan, khusus draff ditangani oleh Tengku Khaidir, pria tinggi besar ini pun mengerjakan semuanya hingga siang dan malam di eks kantor walikota lama, Jalan Soebrantas.

"Dalam waktu sebulan, kita telah memperoleh surat semacam dukungan atau 'restu' dari DPRD Riau dan Gubri. Sementara dari kabupaten induk belum," jelas Umar.

Kendati jalan yang dilalui cukup terjal, lanjut Umar, namun mereka tidak patah arang memperjuangkan tujuan ini. Salah satu penyebabnya, lanjut tokoh sepu itu, yakni adanya dukungan penuh dari Walikota Dumai saat itu, Drs Zainudin Abdullah, tidak hanya moril bahkan materil.

"Pak Zai -panggilan akrab Zainudin- mensupport perjuangan ini. Bahkan ia pernah berujar agar kita maju terus, dan ia siap mempertaruhkan jabatannya demi perubahan status menjadi Kodya," kenangnya.

Salah satu bentuk dukungan yang diberikan, yakni menginstruksikan Tengku Khaidir yang saat itu menjabat Plt Setdako sebagai bentuk Agar perjuangan berjalan mulus, pertemuan dan diskusi dilakukan. Menurut mantan sekretaris KPUD Kota Dumai itu, dukungan dari birokrat atau PNS saat itu cukup tinggi. Kendati ada juga yang kontra.

Adapun alasannya, sebut dia, mereka takut jika terjadi perubahan status nanti akan mengancam karirnya. Namun, hal itu bukan persoalan serius. Akan tetapi, katanya ditempat terpisah, permasalahan justeru saat membuat peta wilayah. Yang sulit didapat ketika itu, tambah dia lagi.

"Jadi kita buat saja sendiri, banyak tempel-tempelnya pakai kertas," tertawa.

Untuk membiayai perjuangan, sambung Umar, selain bantuan datang dari walikota, juga berasal dari swadaya termasuk 'tek-tekan' beberapa pengusaha yang dikumpulkan orang nomor satu Dumai saat itu.

"Ya, dan untuk perjuangan tidak banyak, mungkin sekitar Rp100 juta, tidak seperti dibayangkan orang. Dan itu berasal dari sumbangan walikota, swadaya dan pengusaha. Makanya kita menunjuk Guruh Somali agar memudahkan pengumpulan dana yang berasal dari masyarakat Tiongha (pengusaha, red)," ingatnya.

Untuk mempercepat proses perubahan status, lanjut tokoh senior PG ini, Gubri Saleh Djasit mengelaurkan keputusan dengan nomor register No KPTS 541/XI/1998 tertanggal 26 November yang intinya; dibentuk tim persiapan peningkatan status kota adminis­tratif (Kotif) Dumai menjadi kotamadya daerah tingkat II.

Adapun tugas tim ini, tambahnya melanjutkan, mempersiapkan bahan-bahan teknis dan administrasi yang diperlukan dalam rangka mempercepat proses peningkatan kotif Dumai menjadi Kodya. Dalam melaksanakan tugasnya, lanjutnya menambahkan, tim ini bertang­gungjawab langsung kepada orang nomor satu Bumi Lancang Kuning itu.

Meski di bandar udara Simpang Tiga saat berjumpa dengan Mendagri dihadiri juga oleh Bupati Bengkalis, dan yang bersangku­tan 'mengaminkan' setiap instruksi Syarwan termasuk membantu APBD Dumai selama tiga tahun. Akan tetapi, lanjut pria berkumis itu menilai, ada juga beberapa pihak yang setengah hati melepaskan Dumai. Bahkan, tandasnya, ada beberapa yang menghubunginya agar keinginan itu dibatalkan dengan berbagai dalih.

Karena waktu terus berjalan dan semakin mepet, sambung Umar, sementara disisi lain persyaratan yang berasal dari kabupaten induk belum di dapat, akhirnya ia pun menghubungi Ketua DPRD Bengkalis untuk segera mengeluarkan surat pelepasan atau penang­galan wilayah.

"Kita menghubungi DPRD Bengkalis, ya, ngancam juga, kalau surat itu tidak dikeluarkan, kita akan demo besar-besaran ke Bengkalis. Akhirnya surat itu dikeluarkan juga," tersenyum.

Sebelumnya, perjuangan ini dilakukan melalui hak inisiatif DPR RI dari Komisi II. Akan tetapi, lanjutnya Umar menambahkan, hak itu tidak dijadi digunakan, tetap melalui Depagri. Namun, ada beberapa wakil rakyat di Senayan masuk ke dalam tim mengodok konsep atau draff perubahan status kotif ke kodya, yang pada akhirnya dituangkan dalam perundang-undangan.

Menariknya, saat perjuangan dimulai KRMD mengutus beberapa orangnya asal Rupat, agar wilayah itu ikut berjuang dan menjadi bagian Dumai, karena kedekatan geografis,disamping sejarah. Namun, sebut Umar, ajakan itu kurang direspons. Pria yang pernah berkecimpung diberbagai organisasi menduga, salah satu penyebanya mereka kurang yakin apa mungkin status Dumai bisa berubah.

Namun sejarah berkata lain, akhirnya perjuangan yang dilakukan masyarakat Dumai melalui KRMD tidak sia-sia. Melihat kenyataan ini, akhirnya tokoh masyarakat daerah jiran itu mendukung. Namun, karena keengganan kabupaten induk melepasnya, disamping itu 'lambat start'. Tapi, tak urung terjadi tarik-menarik. Bahkan, tambah Umar, saat itu konsep perubahan status Dumai yang dibawa ke Jakarta ada dua versi.

"Pertama tanpa Rupat, dan ke dua masuk. Namun, saat itu kita sepakat masuk atau tidaknya wilayah itu ke Dumai perjuangan harus tetap jalan," pungkasnya.

Seiring dengan adanya SK Gubri tertanggal 26 November, No: KPTS. 541/XI/ 1998 tentang pembentukan tim peningkatan status kotif Dumai menjadi Kodya, pada hari yang sama KRMD melalui suratnya No 20/ KRMD/ XI/ 1998 tertanggal 10 November melayangkan surat yang bunyinya, meminta pertemuan dengan Mendagri -Kamis 26 November 1998- sehari sesudahnya bertemua dengan Presiden RI yang saat itu dijabat BJ Habibi.

Daftar Nama-Nama Anggota KRMD yang akan menghadap Mendagri dan Presiden RI (berdasarkan surat No 20/ KRMD/ XI/ 1998 tertanggal 10 November)

------------------------------------------------------------------------------------------
No Nama Unsur
------------------------------------------------------------------------------------------
  1. Drs H Umar Umayah BSc Koordinator
  2. Drs Zulkifli Ahad Ketua DPD AMPI
  3. H Nizam Munadi SAg MDI
  4. Drs Junaidi Pemuda
  5. Ahmad Martulius SE Cendikiawan
  6. Khaidir Indra SE AMPI
  7. Ahmad Joni Marzainur SH FKKPI
  8. Drs Arminsar KNPI
  9. Drs Hamzamar LSM
  10. Ir M Hasbi LSM
  11. Guruh Somali Tokoh Masyarakat Tiongha
  12. Dr HA Hannie AC Tokoh Masyarakat Sumatera Barat
  13. Drs Robert RH Situmeang Tokoh Masyarakat Sumatera Utara
  14. Edwin Malik Tokoh Masyarakat Tapanuli Selatan
  15. H Muhammad Lahmuddin Tokoh Masyarakat Melayu
  16. Drs Nahar Effendi Tokoh kampus
  17. Suroso HP Tokoh Masyarakat Jawa
  18. Marjohan Senat Mahasiswa
  19. Zulkiffli Abbas Tokoh PDI
  20. Harun A Hamid Tokoh Golkar
  21. Nurbai tanjung PPM
  22. H Syarwani KN Tokoh MUI
  23. J Harianto MKGR
  24. Timo Kipda KNPI
  25. Suseto Pers
-------------------------------------------------------------------------
Akhirnya, pemerintah pusat dan DPR RI 'menggolkan' keinginan masyarakat Dumai untuk merubah statusnya dari Kotif menjadi Kodya, melalui UU No 16 tahun 1999 tentang pembentukan Kodya daerah Tingkat II Dumai -pasal 2-, tepat tanggal 20 April tahun yang sama UU ini ditandatangani Presiden BJ Habibi, dan seminggu kemudian tanggal 27 April, Zainudin Abdullah dilantik menjadi Walikota Dumai di Jakarta.

-------------------------------------------------------------------------------------
Nama-Nama Pejabat Walikota Dumai, Sejak Tahun 1979 sampai 2005
-------------------------------------------------------------------------------------

A. Walikota Admistratif Masa Periode
  1. Drs H Wan Dahlan Ibrahim 1979-1983
  2. Drs H Rusli Idar 1983-1985
  3. H Fadlah Sulaiman SH 1985-1990
  4. Drs H Azwin Yakub 1990-1994
  5. Drs Zainuddin Abdullah 1994-1999
B. Walikota (Kodya/Kota)
  1. Drs Zainuddin Abdullah 1999-2000
  2. Drs H Wan Syamsir Yus 2000-2005
  3. Ir Nasrun Effendi MT 2005 (status Penja­bat (Pjt))
  4. Drs H zulkiffli AS 2005- 2010

--------------------------------------------------------------------
Sumber: Kantor Walikota Dumai dan berbagai sumber
--------------------------------------------------------------------

Namun, menurut Umar Umayah wacana Dumai menjadi Kotif bukan barang baru. Jauh-jauh hari, tepatnya tahun 1966 di era gubenur Arifin Ahmad wacana atau pencanangan Dumai menjadi Kotif sudah dicanangkan. Ketika itu, pemerintahan di Dumai (setingkat kecama­tan, red) dibawah Tengku Musdoha.

Akan tetapi, wacana Kotif baru terealisasi pada tahun 1979 dengan walikota pertamanya Drs H Wan Dahlan Ibrahim. Tak tang­gung-tanggung memakan waktu 33 tahun. Ini tidak terlepas dari kondisi politik masa itu yang sentralistik, notabene pemekeran sebuah daerah sulit diimplementasikan. Sedangkan, dari Kotif hingga berubah status menjadi kotamadya (Kodya) Dumai telah dijabat oleh orang sembilan walikota. Artinya membutuhkan waktu 20 tahun.

"Sewaktu saya menjadi anggota DPRD hal ini sering kita singgung. Namun, saat itu gubenur -sebelum era reformasi- cuma menjawab; 'nanti-nanti' kita bentuk. Mungkin cuma mau menyenang­kan hati saja," ujar Umar Umayah.

Terkait adanya polemik seputar hari jadi Kota Dumai, baik Umar Umayah dan Tengku Khaidir berpendapat sama, yaitu tanggal 27 April, karena pemerintahan Kodya Dumai yang diemban walikota secara resmi dilantik. Mereka juga kompak, kalau ingin mengetahui secara komperhensif maka tidak ada salahnya dilakukan seminar dengan mengundang tokoh masyarakat, sejarahwan dan kalangan akademis.

"Yang kita peringati sekarang adalah berdirinya Dumai sebagai Kodya -pemerintah-. Sementara, kapan HUT Dumai sebagai kota -menyangkut eksistensi, red- maka diperlukan seminar, bisa saja usianya ratusan tahun seperti beberapa kota lainnya ditanah air," pungkasnya. Ah, rasanya perlu juga.



Kronologis yang Bersejarah


  1. KRMD menyurati Mendagri tertanggal 10 November, minta untuk bertemu dengannya, Kamis, 26/11 dan Presiden RI sehari sesudanya, 27/11/98, rombongan KRMD berjumlah 25 orang
  2. Gubri H Saleh Djasit mengelaurkan SK No : KPTS.541/ XI/1999 tertanggal 26 November 1999 membentuk tim persiapan peningkatan status Kotif Dumai menjadi Kodya.
  3. Tanggal 20 April 1999 UU No 16 tentang pembentukan Kodya Dumai ditandatangani Presiden RI BJ Habibi.
  4. Tanggali 27 April Drs Zainudin Abdullah menjadi Walikota Kodya Dumai pertama.

sumber : http://www.dumaikota.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kontes SEO indositehost.com